Ketegangan Konflik RSF dan SAF di Sudan
Ketegangan Konflik RSF dan SAF di Sudan--
Di sisi lain, Hemedti tahu bahwa kejahatan yang dilakukan pasukannya membuat rekonsiliasi menjadi mustahil. Kedua pihak memiliki terlalu banyak yang dipertaruhkan kekuasaan, kekayaan, bahkan kehidupan mereka sendiri. Tidak ada insentif untuk berdamai ketika kalah berarti kehilangan segalanya.
Yang lebih mengerikan, Sudan kini terancam terpecah seperti Libyadengan dua pemerintahan paralel, konflik berkepanjangan, dan ketidakstabilan yang bisa berlangsung puluhan tahun. Generasi anak-anak Sudan akan tumbuh hanya mengenal perang, kelaparan, dan ketakutan.
Pada 2019, pemuda Sudan dengan berani menghadapi peluru untuk memperjuangkan demokrasi. Mereka bermimpi tentang negara yang bebas, adil, dan demokratis. Mereka pantas mendapat lebih baik dari ini. Mereka pantas mendapat perdamaian, bukan perang yang lahir dari ego dua jenderal. Komunitas internasional harus bertindak bukan dengan pernyataan yang kosong, tapi dengan aksi nyata. Embargo senjata harus ditegakkan ke seluruh Sudan. Negara-negara yang memasok senjata harus dihukum.
Akses kemanusiaan harus dibuka tanpa hambatan. Dan pelaku genosida serta kejahatan perang harus diadili di International Criminal Court. Tapi lebih dari itu, kita sebagai sesama manusia harus peduli. Kita harus berbicara tentang Sudan. Kita harus membuat dunia tahu bahwa ada jutaan orang yang menderita dalam keheningan. Kita harus menolak standar ganda yang membuat beberapa nyawa dihargai lebih tinggi dari yang lain. Karena pada akhirnya, ini bukan hanya tentang Sudan.
Ini tentang kemanusiaan kita bersama. Ini tentang jenis dunia yang ingin kita tinggali. Ini tentang apakah kita benar-benar percaya bahwa setiap nyawa memiliki nilai yang sama, atau janji-janji kita tentang hak asasi manusia universal hanyalah kata-kata kosong.***
Penulis: Muhammad Fauzan shidiq
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
