RADARTASIKVT.ID - Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi negara kita dalam memperkuat ketahanan pangan.
Pemerintah Pusat, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian besar pada dua komoditas strategis: padi dan jagung.
Keduanya dianggap sebagai penopang utama swasembada pangan, namun kini berada dalam tekanan besar akibat perubahan iklim.
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, beras adalah makanan pokok yang tak tergantikan.
BACA JUGA:Makna Merdeka: Perspektif Epistemologis, Pemikir Dunia, Pendiri Bangsa, dan Islam
Tak heran jika padi disebut sebagai jantung pangan nasional. Setiap gangguan pada produksi padi, langsung berimbas pada stabilitas harga dan ketersediaan beras di pasar.
Pemerintah mendorong berbagai program peningkatan produksi, mulai dari penggunaan varietas unggul tahan iklim ekstrem, pengembangan sistem irigasi modern, hingga pemanfaatan lahan suboptimal seperti rawa dan lahan kering.
Berdasarkan data pemerintah, pada semester I tahun 2025 jumlah produksi beras diestimasi mengalami surplus (produksi ±18,76 juta ton vs konsumsi ±15,43 juta ton). Ini selaras dengan penyerapan Bulog yang melonjak dan tekad menahan impor.
Tak hanya padi, jagung juga punya peran strategis. Selain dikonsumsi langsung, jagung menjadi bahan utama pakan ternak dan industri pangan.
Dengan kata lain, ketersediaan jagung ikut menentukan harga daging ayam, telur, hingga produk olahan lain di pasar.
Produksi jagung kini digencarkan melalui pengembangan jagung hibrida tahan kekeringan, pemanfaatan lahan tadah hujan, serta perbaikan rantai pasok.
Meski lebih adaptif dibanding padi, jagung tetap menghadapi tantangan. Kekeringan panjang bisa menurunkan hasil, sementara serangan hama ulat grayak masih menjadi momok.
BACA JUGA:Inilah 5 Makna Kemerdekaan Republik Indonesia yang Kurang Dipahami Generasi Muda Saat Ini
BACA JUGA:Manajemen Talenta, Tempatkan Asn Sesuai Kemampuan, Pelayanan Pada Masyarakat Lebih Maksimal