Perubahan Konfigurasi Keamanan Maritim Akibat Reklamasi Teluk Jakarta: Tinjauan Geopolitik Wilayah Pesisir
Perubahan Konfigurasi Keamanan Maritim Akibat Reklamasi Teluk Jakarta: Tinjauan Geopolitik Wilayah Pesisir--
Secara nasional, pemerintah mengatur pemanfaatan ruang laut dan wilayah pesisir melalui UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K), yang memberikan kewenangan untuk melakukan penataan ruang zona pesisir, termasuk untuk kegiatan reklamasi.
Selain itu, Peraturan Presiden No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir menjadi kerangka pelaksanaan teknis yang mengatur syarat lingkungan, izin lokasi, dan mekanisme pengawasan. Kebijakan-kebijakan ini membentuk fondasi administratif yang melegalkan pembangunan reklamasi, sekaligus menjadi dasar negara dalam menentukan posisi strategis pesisir sebagai bagian dari kepentingan rimland Indonesia sebagaimana dibahas dalam teori Nicholas J. Spykman.
Meski kebijakan tersebut memberikan legitimasi formal, penerapannya menimbulkan sejumlah dampak terhadap keamanan maritim di Teluk Jakarta. Perubahan ruang pesisir akibat reklamasi menyebabkan modifikasi jalur pelayaran, yang memicu kebutuhan pembaruan sistem navigasi serta peningkatan intensitas patroli laut.
BACA JUGA:Mahasiswa Didorong Jadi Pelaku Industri Kreatif 5.0, Tingkatkan Kompetensi Perluas Kesempatan Karir
Laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2017) menunjukkan bahwa reklamasi berpotensi menciptakan blind spot pengawasan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ilegal seperti penyelundupan, penangkapan ikan ilegal, dan lalu lintas maritim tidak terpantau. Di sisi lain, reklamasi juga memperluas kawasan vital yang perlu dijaga, termasuk area komersial dan infrastruktur pelabuhan.
Hal ini sejalan dengan perspektif Spykman bahwa perubahan di wilayah pesisir—sebagai bagian dari rimland—akan meningkatkan potensi konflik, kompetisi, dan kerentanan strategis. Dengan kata lain, kebijakan reklamasi memberi konsekuensi langsung pada penataan ulang strategi keamanan laut yang sebelumnya sudah stabil.
Secara hukum, negara memiliki kewenangan penuh untuk memastikan bahwa pembangunan reklamasi tidak melemahkan kontrol atas ruang pesisir, sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, yang menegaskan bahwa keamanan maritim merupakan bagian dari kedaulatan negara.
Namun, ketika pelaksanaan reklamasi memberi ruang besar bagi aktor swasta dalam penguasaan pesisir, muncul risiko berkurangnya kontrol negara terhadap wilayah rimland, sehingga meningkatkan potensi ketegangan sosial dan konflik ruang dengan nelayan lokal.
Studi Firman (2020) dan Kehi & Satria (2019) menunjukkan bahwa pembatasan akses laut akibat reklamasi telah menurunkan stabilitas sosial pesisir, suatu kondisi yang menurut kerangka Spykman dapat mengurangi ketahanan rimland dan melemahkan posisi strategis negara.
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah perlu disertai mekanisme pengawasan keamanan maritim yang ketat, integrasi data pergerakan kapal, serta penguatan kapasitas coastal surveillance agar stabilitas maritim tetap terjaga di tengah perkembangan ruang pesisir yang semakin kompleks.
Secara keseluruhan, perubahan konfigurasi keamanan maritim akibat reklamasi Teluk Jakarta menunjukkan bahwa rekayasa ruang pesisir memiliki dampak geopolitik yang mendalam sebagaimana dijelaskan melalui teori rimland Nicholas J. Spykman.
Reklamasi menciptakan lanskap pesisir baru yang mengubah jalur pelayaran, meningkatkan kebutuhan pengawasan maritim, serta memperluas ruang kompetisi ekonomi dan politik di wilayah pesisir. Dalam logika rimland, perubahan semacam ini dapat memperkuat atau justru melemahkan posisi strategis negara tergantung pada bagaimana pengelolaan ruang tersebut dilakukan.
Oleh karena itu, pembangunan reklamasi harus disertai dengan strategi keamanan maritim yang komprehensif, integratif, dan sensitif terhadap perubahan geopolitik pesisir agar Indonesia mampu mempertahankan stabilitas dan kedaulatan di wilayah rimland yang semakin kompleks.
Reklamasi Teluk Jakarta meperlihatkan bahwa perubahan ruang pesisir tidak hanya berdampak pada aspek pembangunan fisik, tetapi juga memengaruhi dinamika keamanan, sosial, dan geopolitik kawasan. Secara pribadi, saya melihat bahwa reklamasi ini menjadi pengingat penting bahwa setiap interversi besar di eilayah pesisisr harus mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan ekonimi dan kebutuhan menjaga keamanan maritim.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
