Tumpang Tindih Klaim Wilayah Laut Natuna Utara antara Indonesia dan Tiongkok: Kajian Geopolitik
Tumpang Tindih Klaim Wilayah Laut Natuna Utara antara Indonesia dan Tiongkok: Kajian Geopolitik--
RADARTASIKTV.ID - Laut Natuna Utara kerap menjadi perbincangan sejak beberapa tahun terakhir, dimana hal ini menjadi titik panas diplomasi maritim. Kapal penjaga pantai Tiongkok semakin sering terlihat melintas di perairan Indonesia yang secara hukum termasuk dalam Zona Eekonomi Ekslusif (ZEE).
Kehadiran kapal asing bukan hanya menjadi ancaman dalam sektor ekonomi, tetapi menjadi representasi langsung dari persaingan dua kekuatan besar yang ingin mempertahankan wilayahnya.
Sementara itu pemerintah pusat Indonesia menghadapi dilema besar dalam mempertahankan klaim hukum atas ZEE sambil menghindari konflik militer yang dapat memperburuk hubungan bilateral dengan Tiongkok.
Situasi ini bukan hanya sekedar sengketa lokal, justru konflik Natuna menyoroti bagaimana penerapan hukum laut internasional dan ambisi maritim negara besar yang bertemu di satu ruang strategis yang sangat penting. Yang berarti Natuna bukan hanya penting secara nasional, tetapi juga strategis untuk konteks geopolitik Laut Cina Selatan seperti pada teori Sea Power oleh Alfred Thayer Mahan, siapa yang dapat mengendalikan laut strategis seperti Natuna, akan memiliki keunggulan geopolitik yang signifikan. Karena hal ini lah konflik di Natuna Utara itu bukan hanya pertarungan secara hukum, tetapi juga perebutan kekuatan maritim modern.
Indonesia memiliki fondasi hukum yang kuat dalam mempertahankan klaim mereka terhadap Laut Natuna Utara. Berdasarkan UNCLOS 1982, negara itu memiliki hak atas Zona Ekonomi Ekslusif hingga 200 mil laut dari garis pantai. Hal ini membuktikan bahwa klaim Indonesia atas Natuna Utara tidak bersifat agresif, melainkan legal dan sah menurut hukum internasional.
Karena hal ini lah kenapa, klaim Tiongkok melalui nine dash line dianggap tidak sesuai dengan UNCLOS. Karena klaim historis Tiongkok itu tidak memiliki dasar hukum yang diakui secara sah oleh hukum laut internasional.
Saat ini posisi Indonesia bukan sekedar masalah politis, tetapi pertahanan legal terhadap pelanggaran klaim unilateral. Kehadiran Indonesia di Natuna bukan hanya menjadi simbol, tetapi penegasan bahwa Laut Natuna Utara merupakan milik Indonesia yang legal secara hukum internasional. Hal ini menunjukan bahwa dalam konflik maritim, hukum internasional masi menjadi landasan yang sah untuk memperkuat legalitas yang ada.
Teori Alfred Thaayer Mahan mengatakan bahwa kekuatan sebuah negara sangat bergantung pada kekuatan lautnya, seperti jalur perdagangan, armada besar, dan kontrol negara atas perairan yang strategis. Bisa kita lihat seberapa besar ambisi Tiongkok untuk mempertahankan nine-dash line atau sebuah garis klaim historis yang digunakan Tiongkok untuk menunjukan bahwa Laut Natuna Utara adalah milik mereka yang dianggap perairan tradisional.
Hal ini dapat dipahami sebagai bagian dari strategi sea power jangka panjang. Respon Tiongkok terhadap kebijakan Indonesia di Natuna juga bukan hanya secara diplomatik saja, tetapi juga secara militer dan historis. Teori Mahan sangatlah sejalan dengan Tiongkok, dimana mereka mencoba memperkuat pengaruh maritimnya untuk menguasai laut, jadi bukan hanya soal klaim mereka terhadap Laut Natuna saja, melainkan soal kapasitas negara untuk menegaskan kehadiran maritimnya secara nyata.
Konflik Natuna memiliki dampak signifikan bagi keamanan dan ekonomi Indonesia. Aktivitas IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing) oleh kapal asing di area Natuna Utara menimbulkan kerugian ekonomi besar jika tidak ditangani dengan tegas.
Eksploitasi ilegal bisa melemahkan basis ekonomi masyarakat sekitar di Natuna dan juga dapat merusak legitimasi kontrol Indonesia atas ZEE nya. Kehadiran kapal asing juga dapat memicu sebuah konflik militer yang akan mengganggu keamanan disana, tapi karena hal ini Indonesia memiliki langkah yang tepat dengan memperkuat armada dan pangkalan pertahanan di Natuna.
Dengan melakukan sea control Indonesia tidak hanya mengklaim Laut Natuna karena ZEE saja, tetapi juga mempertahankan kehadiran Laut Natuna yang diklaim secara historis tanpa legitimasi hukum yang ada oleh Tiongkok.
Laut Natuna Utara bukan hanya sekedar masalah wilayah, tetapi merupakan sebuah medan pertempuran antara prinsip hukum dan ambisi kekuatan laut. Indonesia yang berdiri di atas fondasi hukum internasional yang sah, sementara Tiongkok yang berupaya mewujudkan ambisinya melalui strategi sea power.
Jika Indonesia ingin menjaga Natuna sebgai bagian yang tidaka dapat di pisahkan dari kedaulatannya, Indonesia harus menjalankan strategi yang kuat secara hukum dan diplomasinya. Kini, laut bukan hanya ruang hampa. Laut adalah masa depan yang akan menuntun ke-kejayaan.***
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
