4 Hubungan Toxic yang Sering Dinormalisasikan, Hati-Hati Kena Jebakan

4 Hubungan Toxic yang Sering Dinormalisasikan, Hati-Hati Kena Jebakan

4 Hubungan Toxic yang Sering Dinormalisasikan, Hati-Hati Kena Jebakan (Photo by Freepik)--

BACA JUGA:Menjajal Segarnya Es Hawai Dengan Gelas Raksasa, Tak Sekedar Jadi Pelepas Dahaga Juga Bikin Kenyang

Pemikiran seperti "kali ini akan lebih baik" hanya akan membuat otak kita tertipu bahwa pola hubungan yang tidak baik ini justru yang terbaik.

Ada kalanya kita mengambil jeda dalam satu hubungan, tapi jika terus berlanjut, maka ada yang salah dalam hubungan tersebut.

2. Mengontrol Pasangan dengan Dalih Cinta

Beranggapan bahwa mengontrol pasangan dengan alasan cinta adalah suatu kesalahan yang akan membawa hubungan ke dalam pola yang toxic.

Banyak yang mengira bahwa cemburu berlebihan, keinginan untuk tahu segala hal tentang pasangan, hingga mengatur perilaku pasangan merupakan bentuk kepedulian dan komitmen.

Menurut Basulto, membiarkan orang lain mengatur perilaku dan cara berpikir kita bisa berdampak besar pada harga diri kita.

Perilaku mengontrol juga dapat membuat seseorang berisiko mengalami kecemasan dan depresi.

Hubungan yang sehat mestinya didasarkan pada rasa percaya, saling menghargai kebebasan, dan dukungan karena cinta sejati bukanlah tentang mengendalikan pasangan, melainkan memberikan kenyamanan dan dorongan untuk tumbuh bersama.

3. Perempuan yang Harus Mengurus Segala Pekerjaan Rumah Tangga

Pandangan tradisional yang menempatkan perempuan sebagai pengasuh utama dalam kebutuhan keluarga adalah suatu anggapan yang sering dipegang teguh, padahal sangat tidak adil dan merugikan.

Menurut Gayane Aramyan, LMFT, ketika perempuan harus memikul beban untuk mengurus semua orang dalam keluarga, mereka cenderung merasa kelelahan secara fisik dan emosional.

Namun, kebanyakan pekerjaan yang dilakukan seorang pengasuh tidak terlihat, sehingga perempuan sering merasa tidak dihargai oleh anggota keluarga mereka, terutama pasangan.

Stereotip ini tidak hanya membebani perempuan dengan tugas yang tidak seimbang, tetapi juga merendahkan kemampuan pria untuk berperan serta secara setara sebagai pengasuh.

Dampaknya, perempuan merasa terisolasi dan kehilangan kesempatan untuk berkembang secara pribadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: