Gagal Faham..!! Kenapa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) Harus Naik di Tahun Ini

Ilustrasi: Pajak PBB-P2 Naik--
Lalu,, Apakah Kenaikan PBB Saat Ini Relevan dengan Kondisi Ekonomi Masyarakat?
- Daya Beli dan Konsumsi Berkurang
Rumah tangga, terutama dari kalangan kelas menengah bawah dan pensiunan, merasakan efek langsung. Ruang konsumsi mereka semakin sempit akibat tambahan beban PBB yang besar.
- UMKM dan Properti Tertekan
Banyak UMKM yang menggunakan properti sebagai modal operasional kini menghadapi tekanan biaya. Likuiditas modal kerja dan ekspansi usaha tertunda karena harus menanggung pajak properti yang melonjak.
- Kepatuhan Pajak Menurun
Kenaikan tajam menyebabkan kepatuhan sukarela terhadap PBB menurun. Masyarakat rentan mengajukan keberatan atau sengketa atas SPPT karena tarif baru dianggap tidak adil.
- Iklim Investasi Makin Tak Pasti
Ketidakpastian kebijakan memicu kekhawatiran investor properti dan pariwisata. Proyek- proyek investasi berisiko tertunda hingga adanya kepastian regulasi dan stabilitas fiskal daerah Kepala Daerah di negeri ini tentu harus belajar dari aksi Demo di Pati baru-baru ini.
Kita semua tahu, peristiwa kemarin merupakan demonstrasi terbesar di Kabupaten Pati tahun ini, melibatkan puluhan ribu massa menolak kenaikan PBB-P2 hingga 250%. Protes dengan eskalasi massa yang banyak, ricuh, bahkan memakai hak angket untuk menyelidiki bupati.
BACA JUGA:Jabar Dapat Apresiasi IMTI 2025, Optimis Menembus Tiga Besar Destinasi Wisata Ramah Muslim
Akhirnya, kenaikan dibatalkan. Ini mencerminkan besarnya tekanan sosial yang muncul dari kebijakan fiskal daerah yang tidak mengikuti sensitivitas masyarakat.
Kenaikan tarif PBB-P2, meskipun legal dan merespons kebutuhan fiskal daerah tidak seharusnya meminggirkan realitas sosial dan ekonomi masyarakat. Pemerintah daerah perlu mengimplementasikan dasar hukum secara bijak, transparan, dan adil: melalui sosialisasi, basis data akurat, perlindungan bagi kelompok lemah, serta penyesuaian bertahap.
Di masa mendatang, keseimbangan antara pembangunan fiskal dan keadilan sosial akan menjadi kunci legitimasi kebijakan. Masyarakat, selayaknya, diikutsertakan secara nyata dalam diskursus. Pajak bukan semata derita, tetapi komitmen bersama menuju kesejahteraan, asal diterapkan dengan rasa tanggung jawab dan empati. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: